Adaptasi live-action dari seri video game Sega Like a Dragon (atau dikenal juga sebagai Yakuza) adalah salah satu serial paling dinantikan tahun ini, terutama mengingat popularitas besar game tersebut. Serial yang tayang di Amazon Prime ini menghidupkan kembali karakter dan latar dari game Yakuza 2005 serta remake-nya, Yakuza Kiwami (2016), namun dengan jalan cerita orisinal yang hanya mempertahankan beberapa elemen utama dari plot asli. Bagaimana hasil akhirnya?
Dua Timeline, Satu Cerita
Cerita serial ini bergerak di dua poros waktu yang berbeda. Pada tahun 1995, Kazuma Kiryu dan tiga teman masa kecilnya dari panti asuhan—Yumi, Akira (alias Nishiki), dan Miho—melakukan pencurian di sebuah arcade lokal. Namun, arcade tersebut ternyata milik keluarga Dojima, organisasi yakuza yang berkuasa di Kamurocho. Shintaro, pengelola panti asuhan, memiliki koneksi masa lalu dengan yakuza, yang menjadi alasan bos Dojima membiarkan mereka hidup—dengan syarat Kazuma harus memenangkan pertarungan bawah tanah. Nishiki, di sisi lain, menemukan jalannya sendiri ke dunia yakuza, sementara Yumi dan Miho dipaksa bekerja di bar hostess untuk melunasi utang mereka.
Pada tahun 2005, Kazuma baru saja keluar dari penjara dengan gelar oyagoroshi (pembunuh ayah). Sementara itu, Nishiki telah menjadi salah satu bos keluarga Dojima, dan Yumi mengelola klub hostessnya sendiri sambil mencari seorang teman lama dari panti asuhan, Aiko. Di tengah itu semua, uang dalam jumlah besar dicuri dari fraksi Omi, rival keluarga Dojima, dan seorang pembunuh berantai kembali muncul, menargetkan yakuza dengan meninggalkan simbol pentagram terbalik di tubuh korban.
Pendekatan Cerita yang Ambisius
Sean Crouch dan Yugo Nakamura menghadapi tantangan besar dengan memadukan dua garis waktu dalam satu cerita. Pada dua episode pertama, pendekatan ini berjalan dengan baik. Pengungkapan karakter utama dan bagaimana mereka terlibat dalam dunia yakuza berhasil membangun rasa ingin tahu, terutama dengan pertanyaan-pertanyaan yang muncul tentang bagaimana mereka bisa berada di posisi masing-masing pada tahun 2005. Elemen misteri ini berhasil mempertahankan minat penonton untuk sebagian besar serial.
Namun, seiring berjalannya cerita, upaya untuk tetap setia pada materi asli malah menjadi bumerang. Semakin banyak alur cerita dan karakter baru diperkenalkan, tetapi banyak di antaranya kurang matang dalam penulisan maupun eksekusi. Hal ini menyebabkan kualitas cerita mulai menurun, meskipun tidak pernah sampai pada titik yang benar-benar buruk. Masalah ritme dan editing juga sesekali terasa mengganggu.
Kekuatan pada Akting dan Produksi
Salah satu keunggulan serial ini adalah casting dan kualitas aktingnya. Ryoma Takeuchi sebagai Kazuma tampil memukau, memadukan keputusasaan dan ketangguhan dengan sisi naif yang menarik. Kento Kaku memberikan transformasi mencolok sebagai Nishiki, dari seorang bawahan rendah di tahun 1995 menjadi bos yang ditakuti pada tahun 2005. Yuumi Kawai juga berhasil menampilkan dua sisi Yumi: gadis polos di masa lalu dan madame yang disillusioned di masa kini. Sementara itu, Masaya Kato sebagai bos Dojima menghadirkan karisma yang kuat dan penuh gaya.
Produksi audiovisualnya juga layak diacungi jempol. Dengan anggaran besar, serial ini mampu menghadirkan dunia yakuza dan bar hostess yang mewah, termasuk pakaian dan atmosfer khas Kamurocho yang terasa hidup. Adegan aksinya, meskipun berdarah-darah, ditampilkan dengan apik dan mendukung kesan dramatis serial ini.
Kesimpulan
Meskipun memiliki sejumlah kekurangan, Like a Dragon: Yakuza tetap menjadi serial yang menghibur, terutama bagi penonton yang tidak terlalu akrab dengan game aslinya. Kekuatan akting para pemeran dan nilai produksi yang tinggi berhasil membawa serial ini melampaui batas mediokritas. Untuk sebuah adaptasi yang ambisius, Like a Dragon: Yakuza sukses menciptakan pengalaman yang penuh aksi, drama, dan misteri.