Keputusan Presiden Prabowo Subianto untuk menggunakan dana pribadi dalam membiayai pelaksanaan awal Program Makan Bergizi (MBG) gratis di sejumlah daerah telah memicu diskusi hangat di kalangan publik dan pakar hukum. Salah satu kritik tajam datang dari Muhamad Saleh, peneliti hukum dari Center of Economic and Law Studies (Celios), yang menilai langkah ini merupakan penyimpangan serius terhadap prinsip dasar pengelolaan keuangan negara. Saleh mengingatkan bahwa semua penerimaan dan pengeluaran negara harus melalui mekanisme resmi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Ada alasan mendasar mengapa setiap pengeluaran negara, bahkan untuk tujuan mulia seperti pemenuhan gizi masyarakat, harus terikat pada mekanisme APBN. Prinsip akuntabilitas publik menuntut transparansi dalam pengelolaan keuangan negara. Ketika seorang pejabat tinggi, apalagi kepala negara, menggunakan dana pribadi untuk mendanai program pemerintah, garis antara kepentingan publik dan pribadi menjadi kabur. Pengeluaran seperti ini tidak dapat diaudit secara resmi, membuka ruang bagi potensi penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB).
Saleh menegaskan bahwa pengelolaan keuangan negara yang baik tidak hanya soal efisiensi tetapi juga soal menjaga kepercayaan publik. Penggunaan dana pribadi untuk program berskala nasional seperti MBG justru mencerminkan kegagalan dalam memastikan alokasi anggaran negara yang tepat waktu. Jika ada kendala administratif dalam penggunaan APBN, solusi yang lebih bertanggung jawab adalah melakukan revisi anggaran atau mempercepat proses birokrasi, bukan dengan mengandalkan sumber daya pribadi seorang pejabat.
Dalam peluncuran perdana MBG di 190 titik yang tersebar di 26 provinsi, Kepala Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi mengonfirmasi bahwa beberapa wilayah, termasuk Kendari di Sulawesi Tenggara, masih menggunakan dana pribadi Presiden Prabowo. Hasan menjelaskan bahwa anggaran ini adalah sisa dari dana uji coba yang sebelumnya diberikan oleh Presiden. Meski Hasan menyebut penggunaan dana APBN akan segera diberlakukan di semua wilayah, fakta bahwa program ini diluncurkan tanpa mekanisme keuangan negara yang sepenuhnya siap menunjukkan lemahnya perencanaan awal.
Bukan hanya soal teknis, tetapi keputusan ini juga berimplikasi besar terhadap legitimasi pemerintahan. Ketika pejabat tinggi melanggar aturan administratif demi alasan pragmatis, pesan yang diterima masyarakat adalah bahwa hukum dapat dikesampingkan. Hal ini mencederai kepercayaan publik dan merusak kredibilitas institusi pemerintahan.
Solusi yang lebih transparan adalah memastikan bahwa semua dana pribadi yang digunakan untuk kepentingan program negara disalurkan melalui mekanisme resmi, seperti mencatatkannya sebagai hibah atau sumbangan ke kas negara. Dengan begitu, dana tersebut menjadi bagian dari administrasi keuangan negara yang dapat diaudit.
Program Makan Bergizi adalah langkah penting untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, tetapi keberhasilannya tidak hanya diukur dari seberapa cepat program ini berjalan. Keberhasilan juga diukur dari bagaimana program ini dikelola secara akuntabel dan sesuai dengan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik. Pemerintah perlu memastikan bahwa semangat kepedulian tidak mengabaikan aturan, karena pada akhirnya, kepercayaan publik adalah aset paling berharga dalam membangun bangsa.