Program makan siang gratis untuk anak sekolah yang digagas oleh Presiden Prabowo Subianto bertujuan untuk perbaikan gizi dan mengurangi kelaparan di kalangan siswa yang berasal dari keluarga kurang mampu. Inisiatif ini tentu memiliki niat baik dan dapat memberi dampak positif, tetapi seperti kebijakan publik lainnya, program ini layak mendapat perhatian kritis untuk memastikan bahwa tujuannya benar-benar tercapai dengan efektif dan berkelanjutan.
Pertama, meskipun program ini berfokus pada perbaikan gizi, kita harus mempertanyakan apakah memberikan makan siang gratis adalah solusi jangka panjang yang tepat. Masalah gizi buruk di Indonesia sangat kompleks dan tidak dapat diselesaikan hanya dengan pemberian makanan gratis. Program ini, meskipun bermanfaat dalam jangka pendek, perlu diintegrasikan dengan kebijakan yang lebih holistik—misalnya peningkatan kualitas pendidikan kesehatan, akses terhadap pangan bergizi, serta pemberdayaan ekonomi keluarga miskin. Tanpa pendekatan yang lebih menyeluruh, program ini berisiko hanya memberikan solusi sementara yang tidak menanggulangi akar masalah.
Kedua, ada potensi politisasi dalam program ini. Mengingat bahwa ini adalah bagian dari kebijakan yang diperkenalkan oleh Presiden Prabowo Subianto menjelang pemilu, ada kekhawatiran bahwa inisiatif ini lebih dimotivasi oleh kepentingan politik ketimbang kepentingan jangka panjang rakyat. Makanan gratis mungkin efektif untuk mendapatkan simpati sementara, namun jika tidak diiringi dengan kebijakan struktural yang berkelanjutan, program ini berisiko menjadi alat pencitraan belaka. Masyarakat perlu bijak dalam menilai apakah program ini benar-benar dipandang sebagai investasi untuk kesejahteraan jangka panjang atau sekadar strategi politik sesaat.
Ketiga, implementasi program ini di lapangan tidaklah semudah yang terlihat. Indonesia memiliki keragaman geografis dan sosial-ekonomi yang sangat besar, dan distribusi makanan bergizi untuk seluruh anak sekolah yang membutuhkan bisa menjadi tantangan besar. Tanpa manajemen yang efektif dan pengawasan yang ketat, program ini berpotensi tidak menjangkau daerah-daerah terpencil, atau malah salah sasaran. Selain itu, keberagaman kebutuhan gizi setiap daerah juga harus diperhitungkan agar program ini tidak terjebak dalam pemberian makan yang tidak sesuai dengan kebutuhan lokal.
Keempat, meskipun niatnya mulia, keberlanjutan program ini juga perlu dipertanyakan. Mengingat potensi pemborosan dan ketidakefisienan dalam pelaksanaan program makan siang gratis, sangat penting untuk memastikan bahwa alokasi anggaran dan sumber daya dikelola dengan transparansi dan akuntabilitas. Jangan sampai anggaran yang digunakan tidak sebanding dengan hasil yang dicapai, atau program ini hanya menjadi alat untuk menarik simpati tanpa dampak signifikan terhadap masalah gizi yang lebih besar.
Secara keseluruhan, meskipun program makan siang gratis untuk anak sekolah yang digagas oleh Presiden Prabowo Subianto berpotensi memberikan manfaat yang signifikan bagi perbaikan gizi dan pengurangan kelaparan di kalangan anak-anak kurang mampu, kita harus berhati-hati dalam mengevaluasi dampak jangka panjang dan keberlanjutannya. Tanpa kebijakan pendukung yang komprehensif, pengawasan yang ketat, dan keberlanjutan dalam pelaksanaan, program ini berisiko menjadi solusi sesaat yang tidak menyelesaikan akar masalah kemiskinan dan ketidaksetaraan di Indonesia.
Editor: FS